PGSD UHAMKA: Dodol Betawi

PGSD UHAMKA: Dodol Betawi – Indonesia adalah salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Dengan bentang geografis yang luas, selain keberagaman budaya, suku, bahasa, dan agama, Indonesia juga memiliki beraneka ragam makanan khas tradisional dari daerah yang dapat menjadi ciri khas masing-masing dari daerah itu sendiri. Selain itu terdapat juga penganan khas Indonesia yang cukup banyak diminati, yaitu dodol Betawi.

Sebagai salah satu penganan khas Indonesia, dodol Betawi ini memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap sector ekonomi informal. Hal ini dapat dilihat dari masih adanya pembuat dodol sampai saat ini yang menjadikan pembuatan dodol sebagai salah satu usaha dalam kehidupannya walaupun jumlah pembuat dodol Betawi sendiri sudah bisa terhitung sedikit.

Dodol merupakan salah satu makanan tradisional yang mudah dijumpai di beberapa daerah di Indonesia. Dodol memiliki rasa manis gurih, berwarna cokelat, tekstur lunak, digolongkan makanan semi basah (Prayitno, 2002). Masing-masing daerah memiliki nama khas, dodol garut berasal dari garut dan dodol kudus berasal dari kudus, dengan bahan dasar tepung ketan (Harianto, 2007).

Disamping itu dodol juga dibuat dari buah dan sayur, seperti dodol apel, dodol sirsak, dodol wortel dan sebagainya, sehingga dodol sebagai salah satu produk olahan hasil pertanian (Kallo,2012). Produk olahan dodol digemari oleh masyarakat, karena memiliki variasi rasa dan harga terjangkau. Buah dan sayur digunakan untuk memperkaya cita rasa dan nilai gizi dodol.

Dodol Betawi adalah jenis dodol khas suku Betawi. Dodol Betawi berwarna hitam kecoklatan dengan variasi rasa yang lebih sedikit daripada dodol dari daerah lain. Rasa dodol Betawi hanya terdiri dari ketan putih, ketan hitam dan durian. Proses pembuatan dodol Betawi sangatlah rumit, hal inilah yang membuat dodol Betawi mulai jarang kita temui. Bahan baku pembuatan yang terdiri dari ketan, gula merah, gula pasir dan santan harus dimasak di atas tungku dengan kayu bakar selama 7 jam.

Dodol betawi umumnya dibuat sebagai penganan khusus untuk pesta, penyambutan bulan suci Ramadan, Idul Fitri atau Idul Adha, dan juga hari-hari besar lainnya. Terutama menjelang hari raya dodol betawi laris terjual. Karena proses pembuatannya yang rumit, hanya sedikit orang-orang yang ahli membuat dodol betawi.

Disini kami Mahasiswa Univesitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka dari Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar kelas 2A kelompok 8 telah melakukan Observasi pada penjual Dodol Betawi di Jl. Kebagusan 3, Gg. Melati, Kel. Kebagusan, Kec. Pasar Minggu, Rt.004/Rw. 005, Jakarta Selatan. Pada hari Rabu 30 Maret 2022, kami mewawancarai salah satu penjual makanan khas Betawi yaitu Dodol Betawi yang pemiliknya bernama Ibu Dian.

Beliau berjualan dodol Betawi karena sudah menjadi bisnis turun temurun dari keluarganya. Keluarganya sudah mulai membuka usaha dodol Betawi sejak tahun 1982. Bu Dian tidak hanya menjual dodol Betawi tetapi juga menjual berbagai kuliner Betawi lainnya, seperti geplak, wajik, uli, dan juga bir pletok.

Dodol Betawi merupakan makanan yang wajib ada dalam acara-acara besar, seperti lebaran ataupun hari-hari besar Jakarta lainnya. Pembuatan dodol Betawi memerlukan waktu selama 7 jam karena pembuatannya masih menggunakan kayu bakar. Kayu bakar yang digunakan pun bukan kayu bakar sembarangan melainkan meggunakan kayu bakar dari pohon rambutan dan pohon sawo yang didapat dari pemasok kayu langganan bu Dian.

Bu Dian memaparkan kendala yang ia alami selama berjualan dodol terkait pekerja baru yang benar-benar harus diawasi serta dibimbing secara penuh dalam pembuatan dodol ini, karena kerap kali dodol yang dibuat oleh pekerja baru itu gosong. Bahkan ada tragedi dimana pekerja baru tangannya tidak sengaja tergelincir ke dalam kuali dodol.

Pandemi Covid tidak terlalu berdampak pada penjualan dodol, karena bu Dian memiliki pelanggan tetap, hanya saja bedanya sebelum pandemi bu Dian memasarkan dodolnya melalui acara-acara pengajian ibu-ibu dan proses pembayarannya dihari itu juga. Sedangkan pada pandemi covid ini pembayaran dari penjualan dodol dilakukan perbulan. Bu Dian memiliki prinsip kalau rezeki itu ada di tangan Tuhan, selama ia tidak menurunkan kualitas dari dodolnya, ia percaya pelanggannya tidak akan membeli dodol di tempat lain. Karena bu Dian yakin kepuasan pelanggan adalah nomor satu.

Harapan bu Dian terhadap kuliner Betawi dan juga budaya-budaya Betawi lainnya jangan sampai tergerus zaman. Sebagai masyarakat Betawi kita harus selalu memperkenalkan kuliner-kuliner dari Betawi supaya nantinya tidak hilang dan tidak tergantikan oleh kuliner-kuliner asing.

Pada akhir kegiatan observasi kami melakukan sesi foto Bersama bu Dian selaku narasumber dari wawancara kami. Semoga hasil dari observasi yang kami lakukan dapat menumbuhkan kembali rasa cinta kita terhadap kebudayaan Betawi.

Info ruanglab lainnya:

Share

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *