Digital Payment, Kelebihan dan Kekurangannya – Generasi Y dan Z, alias kaum milenial pasti sudah tak aneh lagi dengan digital payment yang kini makin tumbuh dan telah menjadi cara pembayaran transaksi efektif.
Digital payment adalah metode pembayaran menggunakan sarana atau media elektronik tanpa melibatkan serah terima uang fisik saat transaksi.
Didukung fasilitas jaringan internet yang makin cepat, serta makin meratanya penggunaan smartphone, maka pengguna internet semakin banyak, penggunaan digital payment pun kemungkinan besar akan bertumbuh subur.
Sesuai dengan data dari internetworldstats menunjukan bahwa, Indonesia selalu berada di barisan top 5 negara dengan aktifitas internet tertinggi di dunia.
Meskipun termasuk pengguna internet terbanyak di dunia, Indonesia masih jauh tertinggal dalam penggunaan payment digital dibandingkan negara maju seperti Jepang dan China. Seperti data yang dipaparkan oleh situs statista.com bahwa, per 2019, tercatat total nilai transaksi digital payment Indonesia sekitar 32.446 juta dollar Amerika. Tetapi diperkirakan akan terus tumbuh setiap tahunnya sehubungan dengan berkembangnya fintech di Indonesia.
Sedangkan berdasarkan jumlah pengguna digital payment, Indonesia pun tidak termasuk pada jajaran terbanyak, namun di Asia termasuk yang signifikan pertumbuhannya dengan user sebanyak 147,1 juta di tahun 2019, memiliki kenaikan 23,6 % setiap tahunnya.
Sehingga tidak heran, Indonesia menjadi lahan yang subur diincar perusahaan besar dunia untuk berlomba-lomba menanamkan modal dalam digital payment. Sebagian tentu tahu berinvestasi di dunia digital tidak lah sulit, apalagi dengan modal besar mereka bisa dengan mudah menyuntikan dana segar untuk startup-startup lokal Indonesia yang potensial.
Sebut saja Gojek besutan Nadiem Makarim yang sedang menuju level decacorn. Puluhan investor berhasil diluluhkan oleh start-up yang awalnya berkonsentrasi pada layanan ride sharing ini.
Nama besar Google adalah satu dari sekian penyumbang terbesar di Gojek. Milyaran dollar Amerika mereka relakan untuk induk usaha pemilik digital payment GoPay ini. Tujuanya satu, agar Gojek menjadi perusahaan top of mind di Indonesia bahkan mungkin dunia layaknya Google.
Namun sebelum akhirnya jadi terlalu jauh membahas biografi Gojek ataupun Google. Kembali lagi pada judul artikel, 4muda akan membahas apa manfaat dan kekurangan digital payment buat para netizen atau pengguna internet Indonesia atas masifnya geliat investor menanamkan modal di Indonesia khususnya di bidang pembayaran elektronik. Bahkan pemerintah pun membuka ruang selebar-lebarnya untuk kegiatan finansial non tunai ini.
Hal ini jelas bisa menguntungkan pemerintah sebab nantinya akan mengurangi beban biaya pembuatan uang kartal atau fisik saat semuanya beralih ke digital.
Berikut beberapa kelebihan atau manfaat saat Anda bertransaksi via digital payment:
(1) Praktis dan Mudah
Pernahkah Anda mengalami salah menghitung uang kembalian saat berbelanja atau bahkan uang terjatuh berceceran saat akan membayar jajanan Anda.
Semua hal yang disebutkan tadi tidak akan terjadi pada metode pembayaran digital. Hanya dengan berbekal kartu ataupun smartphone, Anda tinggal tempelkan kartu atau scan barcode lalu verifikasi semua pembayaran dengan pas dan tepat sesuai tagihan.
(2) Transaksi Aman
Membawa uang tunai dalam jumlah besar menjadi hal yang sangat riskan sekarang ini. Tindak kejahatan bisa mengancam dimana saja. Maka digital payment bisa jadi solusi pembayaran yang lebih aman.
Akan tetapi mesti diingat metode pembayaran digital ini juga bisa saja terjadi tindak pencurian atau pemalsuan data, oleh karena itu biasanya pihak penyelengara pembayaran digital (vendor) memperketat keamanan layanannya dengan password dan verifikasi tambahan semacam On Time Password (OTP) sebagai antisipasinya.
(3) Banyak Promo
Belum lama ini kita dihebohkan dengan perang promo antara Go Pay dan Ovo untuk menggaet para konsumen untuk menggunakan aplikasi mereka. Lantas disini siapa yang menang? Jawabannya jelas sekali, konsumen pemenangnya.
Dengan limpahan modal besar kedua pemain digital payment ini, mereka tak segan-segan untuk membakar uang dalam rangka merebut hati para konsumen yang ada. Pernah merasakan naik taksi cuma bayar Rp 1? atau dapat pulsa gratis 25 ribu hanya dengan gabung saja. Itu adalah salah satu dari sekian banyak promo gila-gilaan para vendor digital payment.
(4) Kenyamanan dan Kecepatan
Mungkin sudah bukan zamannya lagi era antri di loket-loket tiket pembayaran. Entah itu tagihan listrik, bpjs, tiket kereta dan masih banyak lagi.
Peralihan teknologi yang membuat sensasi pengalaman membayar tagihan bisa dilakukan dimana saja dengan nyaman dan dengan waktu yang singkat, bisa menjadi alasan kuat untuk menggunakan metode digital payment ini.
(5) Pilihan produk lengkap
Semua berada di genggaman anda. Mungkin ini adalah kalimat yang tepat dalam menggambarkan kondisi dan fasilitas yang diberikan para vendor penyedia digital payment ini.
Variasi layanan yang lengkap meliputi pembayaran listrik, telepon, tagihan bpjs, tiket nonton bahkan pembayaran multifinance mereka punya semua. Tinggal klik, sorot atau tempel ponsel atau kartu Anda maka semua tagihan terbayar sesuai slotnya.
(6) Meningkatkan level ekonomi masyarakat
Dalam skala yang lebih luas peran digital payment ini menjadi penggerak ekonomi di seluruh lapisan masyarakat. Kini para pemain besar seperti GoPay dan OVO sudah mulai berani mengenalkan sistem QR Code mereka pada para pedagang di pasar tradisional. Sehingga diharapkan pasar tradisional pun mampu bersaing dengan ritel – ritel modern yang sudah lebih dulu menggunakan pembayaran digital.
Nah mungkin itu baru sebagian manfaat yang baik secara langsung atau pun tidak kita rasakan saat membayar lewat metode digital payment.
Gimana tertarik? Semoga yang belum pernah atau berniat ingin mencoba digital payment bisa menimbang-nimbang lewat artikel ini.
Namun perlu diingat disamping kelebihan pasti juga terselip kekurangan di dalam setiap metode pembayaran. Akan sedikit kurang fair jika 4muda tidak mengupas juga kekurangan dari digital payment ini.
Dan inilah beberapa kekurangan digital payment:
(1) Membutuhkan infrastruktur teknologi
Terlihat sangat simple saat digunakan bukan berarti digital payment tidak membutuhkan media yang mumpuni dalam pengoperasiannya. Dukungan infrastruktur seperti kekuatan sinyal internet menjadi syarat utama dari opsi bayar daring ini.
Layanan lintas data berkecepatan tinggi saat ini mungkin baru bisa dinikmati di wilayah perkotaan besar saja dan belum menjangkau hingga wilayah pedesaan. Pastinya kita tidak mau mengalami hal beresiko seperti saat saldo sudah terpotong akan tetapi transaksi dinyatakan gagal karena sinyal internet tiba-tiba menghilang.
(2) Membutuhkan pengetahuan lebih
Tidak dipungkiri pendidikan menjadi tolak ukur majunya sebuah Negara. Teknologi yang semakin ramah pengguna menjadi motivasi tersendiri bagi sebuah peradaban.
Sebagai informasi, bahwa komputer pertama di dunia bernama ENIAC yang diciptakan tahun 1945 memiliki bobot awal 30 ton dan bahkan kemampuannya masih belum bisa melampaui kalkulator scientific zaman sekarang.
Berbeda sekali dengan periode kini dimana kemampuan komputer mutakhir bisa dimiliki sepenuhnya oleh ponsel yang ukurannya hanya seberat kalkulator.
Lalu apa sebenarnya korelasinya dengan digital payment? Siapkah para pengguna kita dalam mempelajari digital payment ini? Mampukah kurikulum pendidikan menjawab tantangan zaman tersebut. Dimana mungkin suatu saat kita tidak akan menemukan bab uang kartal pada mata pelajaran ekonomi.
(3) Rawan pencurian data
Secanggih-canggihnya teknologi tentu memiliki celah, seperti kasus peretasan situs – situs penting bahkan sekaliber NASA pun pernah mengalaminya.
Nah ada kemungkinan juga bahwa keamanan digital payment pun sebenarnya bisa diakali oleh orang – orang yang tidak bertanggung jawab melalui teknik seperti fraud, phising dan scam.
Bahkan sebagian besar pengguna digital payment biasanya abai akan semua data yang mereka input di vendor yang mereka gunakan. Mereka lebih tergoda akan fasilitas dan promo yang disuguhkan daripada berlama-lama membaca aturan dan juga disclaimer yang vendor terbitkan.
(4) Regulasi yang masih abu-abu
Pemerintah masih bekerja keras untuk membuat undang – undang yang ideal di ranah digital payment ini. Aturan yang terlalu lemah bisa membuat masyarakat pengguna kurang terlindungi hak – haknya, sedangkan jika terlalu keras terhadap vendor maka akan membuat para pengusaha dan tentunya investor akan mundur teratur.
Di sini lah wilayah keabu-abuan muncul dan menjadi cikal bakal lahirnya berbagai startup berbasis fintech (financial technology). Saat ini mungkin undang undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagai landasan hukum masih dirasa kurang greget dalam memfilter startup-startup nakal yang bisa merugikan para nasabah digital payment ini.
Masih ingatkah kasus-kasus pinjaman online yang menjamur beberapa waktu lalu? Mulai dari kisah nasabah yang dipermalukan habis – habisan dengan cara menagih hutang lewat semua nama kontak yang ada di ponsel para nasabah hingga bunga pinjaman yang kelewat tinggi layaknya rentenir.
(5) Mendorong perilaku konsumtif
Tujuan para startup digital payment “membakar uang” pada akhirnya adalah agar bisa menguasai semua aktifitas transaksi harian konsumen mulai dari bayar listrik hingga tiket bioskop.
Dengan banyaknya promo baik berupa discount atau pun cashback bukan tidak mungkin para konsumen tergiur dan akhirnya terpaksa untuk membeli sesuatu atau bertransaksi dengan digital payment, meskipun bisa jadi awalnya konsumen tidak membutuhkannya sama sekali.
Sesudah mengulas beberapa plus dan minus dari metode bayar digital, sekarang saatnya giliran mengulas bentuk alat transaksi dari digital payment ini.
Ada dua jenis alat transaksi digital payment yaitu:
- Kartu fisik atau chip seperti produk kartu E-Money, Flazz, Brizzi dan Sakuku.
- Basis server atau e-wallet seperti Gopay, OVO, Dana, dan Linkaja. Khusus yang disebutkan terakhir, Linkaja merupakan penyempurnaan dari dompet digital yang dulu dikenal sebagai t-cash milik provider Telkomsel.
Jenis digital payment berbentuk kartu lebih dulu populer dibanding jenis basis server. Apalagi setelah kebijakan pembayaran non tunai pada semua pintu Tol diberlakukan.
Tetapi jangan salah, primadona para milenial justru lebih menyukai e-wallet berbasis server ketimbang menggunakan kartu fisik. Sebab pengoperasian e-wallet cenderung menempel bersama sistem di ponsel setiap penggunanya.
Jadi pengguna akan terhindar dari lupanya membawa kartu fisik. Selain itu kartu fisik biasanya harus dibeli dengan harga tertentu awalnya sebelum pengisian saldonya. Tetapi plusnya kartu fisik bisa dipindahtangankan secara langsung tanpa mutasi data dan verifikasi apapun.
Paling penting kartu jangan sampai hilang. Karena jika kartu hilang maka akan lenyap juga saldo yang Anda miliki.
Gimana sudah cukup wawasan tentang digital payment nya? Ada satu lagi nih yang akan 4muda jelaskan mengenai digital payment berjenis e-wallet.
Industri perbankan tanah air tengah bersiap menuju transformasi era sistem pembayaran berteknologi canggih dengan kode matriks dua dimensi atau lebih populer dengan nama QR code system.
QR code adalah singkatan dari Quick Response code. Layaknya barcode batang yang berfungsi menyimpan data. QR code diyakini memiliki kapasitas penyimpanan data yang lebih besar dibandingkan barcode batang.
Nyaris semua e-wallet menerapkan cara scan CR code ini untuk para penggunanya. Bahkan di masa yang akan datang kemungkinan besar QR code akan menggantikan posisi mesin perekaman data elektronik EDC (electronic data capture) dan mesin ATM, karena mungkin QR code dianggap lebih efisien dimana pengguna hanya tinggal membawa ponselnya saja untuk menyorot (scan) QR code dari merchant-merchantnya.
Jadi gimana, sudah siapkah kita menjadi bagian dari era digital payment?
Referensi: www.4muda.com
Info ruanglab lainnya: